Rita Sitorus Korban Mafia Hukum Pematang Siantar

Rita Sitorus Korban Pemufakatan Jahat

Mafia Hukum Pematang Siantar

Selama empat minggu terakhir viral pemberitaan di berbagai media tentang seorang ibu yang dilaporkan ke polisi dan dipenjarakan oleh anak tiri yang terjadi di Kota Pematang Siantar Sumatera Utara.

Berawal dari seorang perempuan bernama Eryta Ambarita yang merasa tidak puas menerima pembagian harta warisan dari bapaknya ketika masih hidup (2009).  Enam tahun setelah kematian bapaknya yang bernama Bitner Ambarita pada 2 Juni 2011, Eryta melaporkan Rita Sitorus istri kedua Bitner Ambarita (menikah 25 Mei 1995) kepada Polda Sumut.

Perkara laporan polisi yang dibuat pada April 2015 tidak dapat diteruskan prosesnya kareba perbuatan yang dilaporkan bukan suatu tindak pidana. Terlebih lagi Eryta pada tahun 2009 telah menerima seluruh harta yang menjadi haknya selaku ahli waris dari Bitner Ambarita.

Penghentian perkara oleh Penyidik Polda Sumut tersebut tidak dapat diterima oleh Eryta. 

Ia kembali membuat laporan polisi di Polres Simalungun. Hasilnya sama, perkaranya dihentikan karena bukan pidana. Sedikitnya sebanyak lima laporan polisi yang dibuat Eryta terhadap ibu tirinya yang semuanya dihentikan perkaranya oleh penyidik.

Telah berulang kali Kapolri mewanti-wanti agar profesional dalam menjalankan tugas profesi selaku penyidik. Setiap perkara  yang ditangani tidak boleh dijadikan komoditi untuk memperoleh uang haram (baca: suap) dari pihak yang berperkara atau penyidik menyalahgunakan wewenang yang dimiliki memperkaya diri.

Peringatan  keras kepada seluruh jajaran penyidik Polri terakhir disampaikan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo pasca putusan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH)/ pemecatan Irjen Pol. Teddy Minahasa yang tersangkut penggelapan dan peredaran narkoba barang bukti. “Sikap Polri sudah jelas kemarin,” tegas Sigit kepada pers (31/5/2023). 

Kasus Irjen Pol Sambo,  Irjen Napoleon, Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, Brigjen Prasetio dan sederet kasus lain yang melibatkan perwira tinggi Polri yang dipecat dari anggota Polri dikarenakan pelanggaran kode etik menunjukkan keseriusan pimpinan Polri terhadap penegakkan kode etik profesi Polri (baca: penyidik). 

Setiap tahun puluhan penyidik/ penyidik pembantu Polri mulai dari Bintara, Pama (Perwira Pertama), Pamen (Perwira Menengah) hingga level Pati (Perwira Tinggi) diberhentikan secara tidak hormat karena pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP).  Mengapa masih banyak saja oknum penyidik yang nekat melanggar KEPP?

Tidak puas dengan keputusan penyidik yang menghentikan seluruh perkara yang dilaporkannya, Eryta gelap mata. Pada tahun 2017 Eryta nekat membuat surat keterangan waris (SKW) palsu. Dalam surat keterangan waris palsu itu Eryta menyatakan diri sebagai ahli waris satu-satunya dari almarhum Bitner Ambarita. Kartini Sirait mantan istri Bitner Ambarita yang diceraikan pada 1 Mei 1995 turut mencantumkan tanda tangannya di surat keterangan waris palsu.

Dengan bermodal SKW palsu Eryta berhasil memperoleh Surat Keterangan Tanah (SKT) atas 9000 m2 sawah milik Rita Sitorus, yang kemudian dijualnya kepada pihak lain dengan harga 500 juta rupiah. 

Kejahatan Eryta ini diketahui oleh Rita Sitorus yang melaporkannya kepada polisi. 

Eryta Ambarita berhasil ditangkap dan ditahan oleh petugas Polda Sumut, lalu diadili dan dijatuhi pidana penjara oleh Pengadilan Negeri Kisaran karena terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat/ akta.

Baru dua tahun bebas dari penjara, Eryta Ambarita kembali melancarkan kejahatan yang sama. Kali ini 30 hektar kebun sawit di Tanjung Redeb, Jambi dan di Batubara, Sumatera Utara milik ibu tirinya Rita Sitorus yang dipalsukan surat kepemilikannya lalu kebun sawit dijual Eryta kepada pihak lain seharga Rp 1  miliar  kurang setengah dari harga pasar Rp2 miliar.

Eryta pun kembali dilaporkan kepada polisi dan kembali jadi tersangka di

Polres Batubara, Sumatera Utara dan juga sebagai tersangka di Polda Jambi.

Penyidik – Kejari P. Siantar  Diduga Langgar Kode Etik 

Pengalaman keluar masuk penjara (pemalsuan surat, penipuan dan penganiayaan) membuat Eryta Ambarita paham seluk belum penyidikan dan tahu persis bagaimana berkolusi dengan oknum penyidik. 

Berbekal surat keterangan waris palsu dan uang hasil penjualan kebun sawit milik Rita Sitorus, Eryta Ambarita membuat laporan palsu kepada Polres Pematang Siantar dan melakukan segala cara agar Rita Sitorus lebih dulu dijadikan tersangka. 

Sementara itu agar tidak ditahan penyidik, Eryta minta bantuan tokoh masyarakat Batak Sumatera Utara Rajamin Sirait untuk menekan penyidik dan menangguhkan penahanannya. Rajamin Sirait terkecoh, ia penuhi permintaan Eryta tanpa banyak bertanya.

Pemberian uang suap dan janji manis akan membagi hasil dari kejahatan yang direncanakannya kepada penyidik Polres Pematang Siantar,  perkara laporan pengaduan Eryta diproses  tanpa mengindahkan ketentuan dalam undang-undang (KUHAP), Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 dan Peraturan Kabareskrim Polri No. 3 Tahun 2014.

Penyidik Polres Pematang Siantar nekat menetapkan Rita Sitorus sebagai tersangka, menerbitkan surat perintah penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan sebelum Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Pelapor dibuat. 

Pokoknya Rita Sitorus harus segera dijadikan tersangka penggelapan, langsung ditangkap dan ditahan, melarang siapa pun yang bertemu dengan Rita Sitorus. 

Apabila skenario berjalan lancar, jika Rita Sitorus ingin bebas dari penahanan Penyidik, dia harus berdamai dengan Eryta dengan syarat 50% dari seluruh harta milik Rita Sitorus harus diserahkan kepada Eryta Ambarita. 

Jika perdamaian terwujud, kabarnya sesuai kesepakatan 50% dari harta milik Rita Sitorus yang telah beralih kepada Eryta akan dibagi sama rata sama besar: 1/4 untuk Eryta Ambarita, 1/4 untuk advokat kuasa hukum,   1/4 untuk oknum penyidik Polres dan 1/4 untuk oknum penuntut umum Kejari Pematang Siantar. Mantap kali barang tuh aah !!!

Praktik Mafia Hukum Terungkap Penyidik Polres dan Kejari Dilaporkan Pelanggaran KEPP

Bak kata pepatah “Sepandai-pandai tupai melompat sesekali jatuh juga”,  “Serapat-rapat bangkai dibungkus baunya tercium juga.”

Walau pun rencana mafia hukum Kota Pematang Siantar  dalam menjerat korban sudah berjalan sesuai skenario akan tetapi Rita Sitorus sang korban tidak menyerah begitu saja. 

Sejak dijadikan tersangka penggelapan tanggal 2 Juni 2023  dan selama ditahan tanggal 19 Oktober 2023 Penyidik Polres dan Kejari Pematang Siantar termasuk oknum Kajari bolak balik menemui Rita Sitorus membujuk agar mau berdamai dan menyerahkan hartanya 50% kepada Eryta

Ambarita.  

Menyadari fakta oknum Polres dan Kejari P Siantar sudah jadi alat Eryta Ambarita dalam mewujudkan rencana merampas harta miliknya, Rita Sitorus yang sedang dalam penahanan berusaha keras untuk dapat menyampaikan pesan kepada anak-anaknya.

Tidak ada jalan lain kecuali agar secepatnya cari advokat dari luar kota Pematang Siantar sebagai penasihat hukum/ kuasa hukum karena mustahil advokat lokal dapat diharapkan berseberangan dengan oknum pimpinan pengadilan, kejaksaan dan kepolisian kota Pematang Siantar yang patut diduga bermufakat jahat membantu mewujudkan keinginan Eryta Ambarita menguasai harta kekayaan Rita Sitorus dengan janji hasil dari praktik mafia hukum tersebut akan dibagi sama rata di antara mereka.

Satu Demi Satu Fakta Terungkap

Kesempatan itu akhirnya datang pada saat sidang pertama agenda pembacaan dakwaan. 

Di sela-sela menunggu persidangan Rita Sitorus menyampaikan pesan berisi permintaannya untuk mencarikan advokat yang berkualitas dan berintegritas sebagai penasihat hukum yang mendampinginya di persidangan. 

Menindaklanjuti permintaan ibunya, anak-anak terdakwa Rita Sitorus akhirnya menemukan advokat yang layak dan dapat diandalkan untuk pembelaan hukum ibunya. 

Dengan didampingi advokat dari Kantor Hukum RDA Law Office & Rekan,  keinginan anak-anak untuk menemui ibunya di Lapas Klas II Pematang Siantar tidak ada lagi dihambat, hak-hak Rita Sitorus selaku terdakwa berangsur pulih, sikap majelis pun mulai berubah, fakta-fakta hukum mulai terungkap.

Sejalan dengan itu oknum-oknum petinggi Polres, Pengadilan dan Kejaksaan kota Pematang Siantar yang kedapatan melakukan pelanggaran hukum dan kode etik profesi dalam penanganan perkara Rita Sitorus dilaporkan kepada Pimpinan Polri, Pimpinan Kejaksaan dan Mahkamah

Agung.  

Menindaklanjuti laporan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik  yang dilakukan oknum petinggi institusi penegak hukum, tim pemeriksa mulai berdatangan dan melakukan penyelidikan atas laporan pengaduan kuasa hukum/ penasihat hukum.

Sementara itu dalam sidang hari Kamis, 30 November 2023 Jaksa Penuntut Umum membacakan keterangan ahli Prof.  Dr. Madiasa Ablisar SH yang telah meninggal dunia pada 25 Juni 2023 lalu. Keberatan penasihat hukum atas pembacaan keterangan ahli ditolak Ketua Majelis Nasfi Firdaus SH. Penasihat hukum terdakwa berkeberatan atas pembacaan keterangan ahli karena patut diduga keterangan ahli tersebut palsu atau dipalsukan. Prof Madiasa Ablisar diketahui sudah mengidap stroke sejak tahun 2019. 

Semakin mendekati akhir persidangan makin banyak fakta terungkap yang menunjukkan perkara pidana yang menyeret Rita Sitorus sebagai terdakwa tak lebih dari sebuah rekayasa hukum oleh oknum petinggi institusi penegak hukum dan oknum advokat di Kota Pematang Siantar.

Semoga hukum masih bisa ditegakkan dan keadilan masih dapat diraih. 

Pematang Siantar,  November 2023

Musafir Elkana